Namun semangat mereka menuntut ilmu kini dibayangi kekhawatiran rencana penggusuran sekolah yang terletak di kawasan Pergudangan, Jalan Lodan Raya, Pademangan, Jakarta Utara.
Sulis, 11, Lindi, 11 dan puluhan temannya adalah anak-anak yang tinggal di kolong jembatan Tol Lodan Mas. Mereka bersekolah di Sekolah Darurat Kartini yang didirikan saudara kembar Sri Rossyati, 63 dan Sri Irianingsih, 63, pada 1990 khusus untuk anak-anak tidak mampu yang sebagian besar tinggal di kolong jembatan.
Dalam bangunan 10 kali 40 meter yang dibagi dalam delapan sekat ruang, mereka belajar dengan fasilitas gratis yang diberikan sekolah.
Sebagian besar orang tua ‘anak-anak kolong’ bekerja sebagai kuli bangunan atau tukang kayu. Keberadaan sekolah gratis yang telah berdiri selama 22 tahun tersebut sangat membantu mereka.
Selain tanpa biaya, mereka juga mendapatkan seperti seragam, sepatu, peralatan sekolah, dan makan siang gratis. Sepekan ini keresahan hinggap pada murid-murid Sekolah Darurat Kartini dan orang tua mereka. Pasalnya, PT Kereta Api Indonesia (KAI) telah mengirimkan surat pemberitahuan untuk segera memindahkan bangunan sekolah dari area tersebut.
“Sekolah ini satu-satunya harapan kami agar anak-anak kami bisa bersekolah. Kami berharap kalau bisa jangan sampai dibongkar,” tutur Ningsih, 35, salah seorang orang tua murid Sekolah Darurat Kartini. Ningsih tak mengerti duduk persoalan yang menyebabkan sekolah anaknya tersebut harus digusur. Namun ia tak dapat membayangkan nasib anaknya jika sekolah gratis tersebut harus tutup.
Ibu guru kembar pendiri sekolah yang akrab disapa Rian dan Rossy mengakui PT KAI memberikan waktu hingga 9 September untuk pindah dari lahan tersebut.
“Lahan ini memang bukan milik kami, jadi kalau digusur ya tidak apa-apa. Nanti kami kembali ke pinggir rel kolong tol, yang penting kami akan terus mempertahankan keberadaan sekolah ini demi anak-anak,” tegas Rossy.
Dia menuturkan, pada 1990 seorang pengusaha bernama Liem Li menyewa lahan tersebut dari PT KAI. Liem yang berperan sebagai donatur itu kemudian meminjamkan lahan tersebut pada mereka untuk pendirian Sekolah Darurat Kartini.
Keduanya pun menuturkan, bukan baru sekali ini Sekolah Darurat Kartini mengalami penggusuran. Sekolah tersebut menempati lahan milik PT KAI di kawasan Pergudangan tersebut sejak 16 tahun lalu.
Sebelumnya sekolah ini sempat didirikan di kawasan di Pluit Penjaringan, Kali Jodo Tambora Jakarta Barat, dan pinggir rel kereta Bandengan Penjaringan. Namun Rian dan Rossy tak patah arang untuk tetap mendirikan sekolah tersebut demi pendidikan anak-anak kaum marjinal.
Saat ini terdapat sekitar 596 siswa Sekolah Darurat Kartini yang terdiri dari siswa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
“Kalau tidak ada wadah seperti sekolah ya mereka akan hidup di jalan. Padahal mereka juga warga negara Indonesia, mereka punya hak mendapatkan pendidikan,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Humas PT KAI, Mateta Rizalulhaq mengatakan, bangunan sekolah tersebut akan dibongkar karena mengganggu operasional kereta api. “Setelah ditertibkan, kami mau mengaktifkan kembali daerah itu untuk aktivitas perkereta-apian,” ujar dia.
Dia pun menilai kawasan tersebut tidak sesuai sebagai lingkungan sekolah. Menurutnya PT KAI telah menyampaikan surat pemberitahuan sejak 2 Juli sampai 9 September 2012 atas dasar UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian yang menyebutkan, bangunan dengan radius 6 kilometer dari bantaran rel akan ditertibkan jika tidak berizin.
“Kami menghormati mereka yang memiliki keinginan belajar, maka kami memberikan waktu tiga bulan bagi mereka untuk pindah,” ujar Mateta. Meski telah memberikan tenggat waktu pengosongan lahan hingga 9 September, Mateta belum memastikan kapan eksekusi akan dilaksanakan.
Perihal relokasi tersebut, menurutnya, bukan kewajiban PT KAI. Sesuai pasal 34 UUD’45, ujarnya, anak-anak terlantar diperlihara oleh negara. “Jadi relokasi itu kewajiban pemerintah, kalau ada upaya dari pemerintah mungkin saja ada tempat relokasi. Itu kewajiban pemerintah,” tambahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar